Jadilah
Teladan Wahai, Guruku!
Setiap
orang pasti sepakat kalalu seorang guru harus menjadi teladan bagi siswa dan
masyarakat. Bukahkah guru itu sangat pantas untuk ditiru. Karena guru juga
harus sejati dalam mengabdi. Artinya, yang perlu disoroti di sini juga semangat
guru dalam mengemban tugas mulianya.
Secara
implist, bisa disimpulkan ada “guru sejati” dan “guru ala kadar”. Guru sejati
adalah meraka yang menjalankan tugasnya dengan penuh semagat keikhlasan dan
semangat revolusioner mendidik anak bangsa. Sedangkan guru aspal adalah mereka
yang berorientasi pada “rupiah” belaka, mengajar tanpa mendidik, memenuhi
presensi tanpa menjadi motivator sejati bagi siswa di sekolah.
Dapat
kita ambil contoh beberapa guru sejati yang rela berjuang dikirim ke pelosok
daerah, tanpa memikirkan berapa rupiah yang akan dia terima sebagai upah, apa
rintangan yang akan menghadangnya saat akan pergi untuk memberikan ilmu kepada
anak anak muridnya. Tidak ia persoalkan, namun tekad dan keinginannya hanya
satu, agar anak anak Indonesia yang tinggal di pelosok daerah juga mendapat
haknya seperti anak anak yang lain, yaitu hak untuk menjadi sosok anak yang
cerdas dan bijak. Agar menjadi kebanggaan bagi orang tua dan negaranya
dikemudian hari.
Di
era global seperti ini memang menuntut guru untuk menjadi pragmatis. Artinya,
guru butuh kesejahteraan dan kemakmuran. Dan hal itu salah satunya diperoleh
dari tugasnya sebagai guru di lembaga pendidikan. Di sisi lain munculnya
kebijakan sertifikasi semakin menjadikan guru salah niat dalam mengajar.
Padahal kebijakan tersebut seharusnya menjadikan guru lebih kreatif, inivatif,
dan profesional dalam mengemban misi mencerdaskan anak bangsa, bukan sekedar
mengejar rupiah. Oleh karena itu, hal ini harus segera diluruskan.
Lalu
bagai mana caranya? Caranya adalah dimulai dari mencegah munculnya guru ala
kadar. Karena apa artinya rupiah, jika guru tidak biasa menjalankan tugas
sucinya. Maka sebagai insan pendidikan, hal itu harus disikapi guru dengan
arif. Salah satunya adalah dengan mencegah munculnya guru aspal dengan beberapa
solusi dan trobosan yang efektif. Setidaknya ada beberapa cara, antara lain:
Pertama,
memperketat penerimaan guru, baik sekolah berstatus swasta maupun negeri, PNS
atau GTT. Mengapa demikian? Karena, selama ini masih banyak orang masuk sekolah
dan menjadi guru hanya “berbasis KKN”. Artinya, asalkan punya kenalan pihak
sekolah/dinas, asalkan punya uang ratusan juta rupiah, maka akses masuk jadi
guru juga mudah.
Kedua,
mempertegas aturan dan kiteria atau syarat menjadi guru. Selama ini, penerimaan
guru tidak ketat dan kriterianya tidak jelas. Kita ketahui bahwa setidaknya
seorang guru harus memiliki empat kompetensi pendidikan, yaitu pedagogik,
kepribadian, sosial, dan profesional.
Ketiga,
guru harus linier, sesuai jurusannya. Artinya, jika guru itu lulusan Pendidikan
Agama Islam, maka yang diajar gura mata pelajran agama Islam pula. Masih sering
kita jumpai fakta di lapangan, guru mengajar tidak sesuai dengan bidangnya.
Misalnya, lulusan Pendidikan Bahasa Indonesia mengajar materi bahasa Inggris,
lulusan Pendidikan Biologi mengajar materi Ekonomi, dan sebagainya.
Komentar
Posting Komentar