Yuk Mengantri!

M Ridhuwan Fahrrozi
15113165 (3ka14)

Di lingkungan kita masing masing sering melihat orang orang saling mendahului antara satu dengan yang lainnya. Meskipun sudah ada peringatan untuk antri, mereka tetap ngotot untuk menyerobot ke depan. Rata rata watak orang yang seperti ini, datang terlambat namun urusan ingin cepat adalah watak watak orang diperkotaan, ya mungkin seperti Jakarta inilah. Waktu menjadi alasan beberapa dari mereka untuk “Main nyerobot” dikala antri.
Antri diartikan sebagai sifat untuk menunggu giliran atau kesempatan berkaitan dengan pelayanan umum. Entah dibank, dirumah sakit, di apotek, bahan terkadang saat ditempat pengisian bahan bakar. Sebagai contoh dijalan raya misalnya, dikala lampu merah sudah menyala, orang orang mulai mengatri, apabila para pengguna motor sekrang sudah disediakan tempat khusus untuk berhenti yaitu dinamakan “Zona Merah”. Namun masih saja ada beberapa pengguna motor yang masih tidak tertib dalam mengantri dilampu merah. Seperti berhenti dibagian kiri jalan yang mana tempat itu digunakan untuk mobil, truk untuk lewat kearah kiri. Karena ulah pengguna motor yang tidak tertib ini menjadikan suatu jalan yang harusnya lancar lancar saja menjadi macet luar biasa. Inilah potret orang orang perkotaan yang suka terburu buru dengan waktu, tidak ingin mengantri jauh dibelakang, jalan orang pun dihalangi agar bisa mendapatkan posisi yang dekat apabila nanti lampu sudah hijau.
Itu contoh ketidak tertiban yang sehari hari saya rasakan sewaktu pagi ingin berangkat untuk beraktifitas. Lalu bagaimana dengan antri di tempat tempat umum ? Saya ambil contoh seperti di Stasiun Kereta Api,. Disaat bulan Ramadhan mulai berakhir dan hari raya Idul Fitri tinggal menghitung hari. Media media televisi akan mulai menyorot aktivitas para calon calon pemudik yang berjubel untuk mendapatkan tiket Kereta ke kampung halamannya. Nah pada saat peliputan itu, saya melihat ada beberapa antrian yang sudah mulai tidak kondusif lagi, apalagi kalau sudah mulai diisukan tiket habis oleh beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab. Bayangkan saja para pembeli yang tadinya antri dengan tertib berubah menjadi sekelompok orang orang yang anarkis, bahkan sampai saja ada beberapa yang pingsan terdesak ditengah lautan manusia stasiun atau bahkan mati karena terinjak injak. Inilah ketidaksabaran orang untuk antri semata mata karena takut kehabisan tiket.
Untuk menerapkan budaya antri, pelayanan umum seperti bank dan lain lain harusnya sudah menggunakan tiket antri otomatis yang tinggal ambil disebuah mesin. Kalau sudah menggunakan tiket ini, mau tidak mau harus menurutinya. Jika tidak mau antri sesuai nomor urut ya tidak akan dilayani.
Budaya antri berkaitan dengan kesabaran dan kesadaran seseorang. Di zaman seperti sekarang ini kesabaran dan kesadaran itu mulai terpinggirkan. Kesulitan ekonomi dan persoalan persoalan yang dihadapi sehari hari boleh jadi membuat orang tidak sabar. Ketidaksabaran bisa jadi membuat orang tidak mau mengantri. Jangan heran bila terkadang kita suka melihat anak anak, ibu ibu hingga orang lansia pingsan saat pembagian rezeki/zakat.

Untuk melatih budaya antri sejak dini dimulai dari lingkungan keluarga. Orang tua membiasakan anak untuk sabar menunggu giliran. Misalnya, untuk mandi dirumah tidak mungkin sekaligus karena kamar mandi terbatas. Disinilah kesempatan untuk mengarahkan anak supaya terbiasa antri. 

Komentar